PERAN SERTA PONDOK PESANTREN DALAM KESEHATAN

7 02 2010

Oleh : Mahyuliansyah

PENDAHULUAN

Pondok Pesantren pada awal berdirinya mempunyai pengertian yang sederhana, yaitu tempat pendidikan santri-santri untuk mempelajari pengetahuan agama Islam di bawah bimbingan seorang Guru/Ustadz/Kyai dengan tujuan untui menyiapkan santri-santri menguasai Ilmu Agama Islam dan siap mengajarkan agama Islam dengan mendirikan Pesantren baru untuk memperbanyak jumlah kader dakwah Islamaiyahnya.
Pesantren merupakan tempat untuk mendidik agar santri-santri menjadi orang yang bertaqwa, berakhlak mulia serta memeiliki kecerdasan yang tinggi.
Santri-santri yang berada di pondok Pesantren merupakan anak didik yang pada dasarnya sama saja dengan anak didik di sekolh-sekolah umum yang harus berkembang dan merupakan sumber daya yang menjadi generasi penerus pembangunan yang perlu mendapat perthatian khusus terutama kesehatan dan pertumbuhannya.
Permasalahan kesehatan yang dihadapi santri-santri tidak beda dengan permasalahan yang dihadapi anak sekolah umum bahkan bagi santri yang mondok akan bertambah lagi dengan masalah kesehatan lingkungan yang ada di pondok yang mereka tempati.
Berdasarkan hal tersebut di atas dituntut suatu peran aktif dari masyarakat dalam hal ini adalah Pesantren bekerjasam dengan pihak kesehatan melakukan pembinaan kesehatan bagi santri-santri yang ada sehingga terwujud pola perilaku hidup bersih dan sehat bagi para santri dan masyarakat Pondok Pesantren serta masyarakat lingkungannya.

PANDANGAN AJARAN ISLAM TENTANG KESEHATAN

Uraian yang sederhana menyangkut ajaran agama Islam tentang kesehatan adalah merupakan upaya pengkajian nilai-nilai yang telah membudaya di lingkungan Pesantren yaitu nilai yang bersumber pada ajaran fiqih.
Bertitik tolak dari tujuan syari’at yang dibawa oleh Rasulullah SAW, yaitu penataan hal ihwal manusia dalam kehidupan dunia dan akhirat dengan pandangan sepintas pada tubuh ajaran fiqih, maka dapat dilihat adanya garis besar dari pengamtan itu yakni :
1. Rab’ul’ibadat, yang menata hubungan manusia dengan sang pencipta. Misalnya sholat, dituntut untuk selalu bersih, baik rohaninya maupun jasadnya. Kebersihan di dalam sholat merupakan syarat mutlak yang harus dilaksanakan karena kalau tidak bersih (suci), maka sholtnya tidak syah.
2. Rub’ul’muamalat, yaitu masalah hubungan manusia dengan manusia. Dalam hubungan ini ada suatu rumus fiqh yang sangat terkenal di lingkugan Pondok {esantren yaitu yang disebut Alkalliyatul Khmas (Lima kepentingan dasar). Disebutkan kesehatan jiwa raga menempati posisi pokok> Hal tersebut sesuai dengan Hadist Rasulullah yang mentakan “Mu’min yang kuat lebih disukai dan disenangi oleh Allah dari pada mu’min yang lemah”.
3. Rub’ul Munkahat, yang menata hubungan manusia dalam lingkungan keluarga. Islam mengajarkan dalm perkawinan hendaknya mencari pasangan yang sehat, dan menghindari nasab (keturunan) yang tidak sehat.
4. Rub’ul jinayat, yang menata ketentraman dalam pergaulan yang memperhatikan ketentraman dari lingkungan (kesehatan lingkungan). Sebagai contoh dilarang buang hajat disemberang tempat, karena akan mengganggu kesehatan lingkungan.
Sehat dalam arti agama, yaitu terhibdar dari penyakit hati/rohaniyah meliputi unsure akal, nafsu, kalbu dan roh sekaligus terbibas dari penyakit jasmaniyah yang diakibatkan oleh penyalahgunaan fungsi farj (kelamin), hidung (menghirup dan mencium) kaki (yang mmengantarkan maksud dan tujuan), lidah (merasa dan mengecap), mata (melihat), perasa (perabaan dansentuhan), perut (penyimpanan dan pengatur makanan dan minuman), tangan (merasa, menyentuh dan memegang), telinga (mendengar).
Di dalam Al Qur’an banyak disebutkan tentang pengertian sehat/ kesehatan diantaranya yaitu :
• As-sawiyyu : Kondisi tubuh yang sempurna, ditandai dengan berfungsinya seluruh organ tubuh secara prima seperti disebutkan dalam surah Maryam ayat 10 yang artinya : Zakariya berkata, “ Ya Tuhanku, berilah aku suatu tanda”. Tuhan berfirman “ Tanda bagimu ialah bahwa kamu tidak dapat bercakap-cakap dengan manusia selama tiga mala, padahal kamu sehat”.
• Sehat bisa juga diartikan terhindar dari penyakit atau lawan dari sakit. Bahasa populernya sehat wal’afiat seperti disebutkan dalam surah Shad ayat 34 yang artinya “ Dan sesungguhnya Kami telah menguji Sulaiman dan Kami jadikan (dia) tergeletak di atas kursinya sebagai tubuh (yang lemah karena sakit). Kemudian ia bertaubat.”
• Sehat dapat pula diartikan dengan sembuh setelah berobat, seperti ungkapan do’a Nabi Ibrahim as pada surah as-Syu’ara ayat 80 yang artinya “ Dan apabila aku sakit, maka Dialah (Allah) yang menyembuhkan aku.”
Selain itu Rasu s.a.w bersabda yang artinya “Setiap penyakit ada obatnya. Jika obat itu tepat guna, maka penyakit itu akan sembuh dengan seijin Allah ‘Azza wa jalla” (HR.Muslim (4/2204) dan Ahmad dari Jabir bin ‘Abdullah).
Cukup jelas dari uraian di atas bahwa dalam agama Islam kesehatan merupakan penjabaran yang nyata dari rahmat kasih sayang Allah yang meliputi segala-galanya dan mamadai risalah Nabi Besar Muhammad SAW, dan itulah sesungguhnya wajah dari Islam.

POKOK-POKOK KEGIATAN UPAYA KESEHATAN SANTRI

Untuk mendapatkan hasil guna dan daya guna yang optimal sehubungan dengan peran serta Pesantern untuk melakukan pembinaan kesehatan santri-santri diperlukan upaya-upaya yang meliputi :
Upaya Promotif :
1. Pelatihan kader kesehatan Pondok Pesantern yaitu kegiatan pelatihan santri-santri yang berada di Pondok Pesantren untuk menjadi kader kesehatan yang akan membantu kegiatan pelayanan kesehatan di Pondok Pesantren tersebut.
2. Penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan dan pihak Pondok Pesantren tentang pesan-pesan kesehatan guna meningkatkan pengetahuan sikap dan perilaku santri dan masyarakat Pondok Pesantren mengenai kesehatn jasmani, mental dan social.
3. Perlombaan bidang kesehatn yaitu kegiatan yang sifatnya untuk meningkatkan minat terhadap kegiatan kesehatn di Pondok Pesantren, misalnya lomba kebersihan, lomba kesehatan dan lain-lain.
Upaya Preventif :
1. Imunisasi , yaitu kegiatan yang dilakukan oleh pihak kesehatn dibantu pihak Pondok Pesantern dalam rangka pencegahan terhadap penyakit tertentu pada santri-santri yang masih berusia sekolah, misaln ya imunisasi DT dan TT pada Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).
2. Pemberantasan nyamuk dan sarangnya, adalah kegiatan pencegahan penyakit yang disebabkan gigitan nyamuk dengan jenis kegiatan pemberantasan sarang nyamuk yang dilaksanakan oleh santri dan petugas serta pihak Pondok Pesantren.
3. Kesehatan lingkungan, yaitu suatu kegiatan berupa pengawasan dan pemeliharaan lingkungan Pondok Pesantren berupa tempat pembuangan sampah, air limbah, kotoran dan sarana air bersih. Kegiatan ini bertujuan guna meningkatkan kesehatan lingkungan Pondok Pesantren.
4. Penjaringan kesehatan santri baru guna mengetahui status kesehatan dan sedini mungkin menemukan penyakit yang diderita para santri.
5. Pemeriksaan berkala guna mengevaluasi kondisi kesehatan dan penyakit para santri di Pondok Pesantren yang dialksanakan oleh petugas kesehatn dibantu pihak Pondok Pesantren.
Upaya Kuratif dan rehabilitatif :
1. Pengobatan dilakukan oleh petugas kesehatan terhadap santri dan masyarakat Pondok Pesantren yang sakit yang dirujuk pihak Pondok Pesantren.
2. Rujukan kasus yaitu kegiatan merujuk santri dan mayarakat Pondok Pesantren yang mmengidap penyakit tertentu ke fasilitas rujukan legih lanjut untuk mencegah penyakit berkembang lebih lanjut.
Peran serta lain yang biasanya dilakukan oleh pihak Pondok Pesantern adalah dalam hal pelayanan gizi di Pondok Pesantren dengan cara :
1. Pemantauan status gizi masyarakat Pesantren dengan kegiatan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan.
2. Pemanfaatan halaman/pekarangan, yaitu memanfaatkan lahan untuk pertanian atau perikanan/peternakan guna kelengkapan gizi santri.
3. Penanggulangan masalah gizi. Kegiatan bekerja sama dengan pihak kesehatan dalam rangka mengatasi masalah gizi utama (Gaki atau gangguan akibat kekurangan iudiom, Anemia gizi besi, Kurang Energi Protein, Kekurangan vitamin A).
4. Pengelolaan makanan memenuhi syarat kesehatan
Masalah lain yang juga berhubungan dengan peran serta Pondok Pesantern guna meningkatkan derajat kesahatan masyarakat Pondok Pesantern adalah tentang kesehatan lingkungan di Pondok Pesantren yang meliputi :
1. Lingkungan dan bangunan pondok Pesantren haruslah dalam keadaan bersih tersedia sarana sanitasi yang memadai dan memenuhi syarat kesehatan., bangunan yang kukuh.
2. Tata Ruang, sesuai dengan kebutuhan dan perencanaan.
3. Konstruksi bangunan sesuai dengan persyaratan kesehatan.
4. Kamar/ruang cukup untuk dihuni oleh santri dan sesuai dengan ketentuan kesehatan.
Keterlibatan Pondok Pesantren dalam hal kesehatan yang lain adalah tersedianya Pos Obat Desa (POD). Pos Obat Desa yang dimaksud adalah suatu tempat dimana masyarakat warga Pondok Pesantren yang sakit dapat dengan mudah memperoleh obat untuk mengobati santri dengan murah dan bermutu. Obat-pbat yang dipakai adalah obat-obat yang diperbolehkan yaitu sesuai dengan letentuan dari pihak kesehatan. Pengelola POD adalah kader yang telah dilatih yang berada di Pondok Pesantren.





RUU PRAKTIK PERAWAT HARUS DIKAWAL

7 02 2010

RUU tentang Praktik Perawat telah menjadi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Rancangan Undang-Undang Prioritas Tahun 2005-2009. Hal ini berdasarkan Keputusan DPR-RI No. 01/DPR-RI/III/2004-2005 tentang Persetujuan Penetapan Program Legislasi Nasional Tahun 2005-2009. Dalam Prolegnas 2005-2009 tersebut, telah ditetapkan 284 (duaratus delapan puluh empat) prioritas RUU untuk digarap selama lima tahun.

Masuknya RUU Praktik Perawat dalam Prolegnas 2005-2009 melalui proses yang amat panjang. Proses penyusunan Prolegnas diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyusunan dan Pengelolaan Program Legislasi Nasional.
Secara teknis, Prolegnas disusun melalui beberapa tahapan. Garis besar tahapan tersebut yaitu :
1. Tahapan Penyusunan Rencana Legislasi
2. Tahapan Penyusunan Program Legislasi di Lingkungan Pemerintah dan di DPR
3. Tahapan Koordinasi Penyusunan Program Legislasi Nasional
4. Tahapan Penetapan.
Tugas kita para perawat adalah mengawal dan mendorong agar RUU Praktik Perawat tetap aman berada di dalam Proglegnas sehingga pada masanya nanti dapat dilahirkan menjadi UU Praktik Perawat. Jangan sampai RUU Praktik Perawat ditendang keluar dari Prolegnas.

RUU Praktik Perawat telah masuk menjadi Prolegnas tahun 2005. Namun hingga tahun 2009 masih belum dibahas untuk dijadikan UU. Berarti sudah lima tahun tertahan di Badan Legislatif. Kalau kita tidak mengawal RUU Praktik Perawat, jangan-jangan naskah RUU Praktik Perawat malah hancur dimakan rayap.
Menurut Ribka Tjiptaning, Ketua Komisi IX DPR RI, Menkes RI (Fadilah Supari) sering tidak datang memenuhi undangan DPR untuk membahas RUU Praktik Perawat. Semoga orang semacam FS ini tidak menjabat menteri lagi.
Agenda Nasional berupa pemilu dan pilpres di tahun 2009 semakin memperkecil kemungkinan UU Praktik Perawat dapat lahir di 2009. Anggota DPR yang baru terpilih aktif bekerja sekitar Oktober 2009 setelah dilantik menjadi anggota DPR. Anggota DPR yang lengser dan bertahan di Senayan telah setelah pemilu legislatif April 2009. Para anggota yang lengser ini kecil sekali kemungkinannya untuk berkonsentrasi dan berkomitmen menyelesaikan pembahasan RUU Praktik Perawat.
Selain itu, partai-partai perhatiannya terbagi ke arah upaya pemenangan pilpres di akhir 2009 sehingga kecil juga perhatiannya kepada RUU Praktik Perawat. Kedua, rendahnya kinerja Menkes dan DPR terhadap penyelesaian UU Praktik Perawat.
Walau demikian, kita para perawat wajib terus menjalin silaturrahmi dan komunikasi dengan semua elemen yang berperan dalam melahirkan UU Praktik Perawat. Mereka adalah Partai-partai politik, politisi, birokrat dan tokoh-tokoh yang peduli akan pentingnya UU Praktik Perawat bagi anak bangsa.

Bontang, 30 Maret 2009
Khairin Fikri
Ketua PPNI Bontang Kalimantan Timur
khairin_fikri@yahoo.com





Level Pendidikan Keperawatan Vokasional

2 12 2009

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawat melalui kolaborasi dengan sistem klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan, termasuk praktik keperawatan individual dan berkelompok.

Pelaksanaan praktik keperawatan kepada sistem klien disebut dengan istilah asuhan keperawatan, yaitu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan baik langsung atau tidak langsung diberikan kepada sistem klien di sarana dan tatanan kesehatan lainnya, dengan menggunakan pendekatan ilmiah keperawatan berdasarkan kode etik dan standar praktik keperawatan.

Selama ini masyarakat mengenal perawat dari pelayanan keperawatan yang diberikan dalam tatanan pelayanan seperti puskesmas, rumah sakit, dan klinik pengobatan. Faktanya, perawat ada dan diperlukan dalam tatanan pelayanan masyarakat lainnya seperti Lembaga Pemasyarakatan, sekolah-sekolah, perkantoran, dan perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan orang dalam jumlah yang besar. Dari pengertian yang ada, perawat dapat melakukan praktik secara mandiri sebagaimana yang dilakukan oleh tenaga kesehatan profesional lainnya. Hanya saja karena payung hukum yang belum kuat, Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten belum dapat memberikan ijin praktik mandiri. Karenanya, perawat yanng melakukan praktik mandiri diberi ijin Balai Pengobatan dibawah tanggung jawab seorang dokter, sehingga otonomi perawat sebagai tenaga profesional tidak dapat dijalankan sebagaimana mestinya.

Ada dua kategori tenaga keperawatan menurut RUU Praktik Keperawatan, yaitu perawat vokasional dan perawat profesional. Perawat vokasional adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) dan lulusan Program Diploma 3 Keperawatan. Perawat profesional adalah seseorang yang lulus dari pendidikan tinggi keperawatan dan terakreditasi, terdiri dari ners generalis, ners spesialis dan ners konsultan.

Dalam penulisan makalah kami kali ini, kami akan membahas tentang level pendidikan keperawatan vokasional. Suatu masalah bagi sistem kesehatan di Indonesia jika kita mengetahui bahwa perawat Indonesia sebagian besar adalah perawat vokasional, dan sedikit sekali perawat professional. Karena perkembangan dunia telah mencapai kemajuan diberbagai bidang, baik itu kesehatan dan dunia keperawatan khususnya. Dan tertinggalah terus bangsa Indonesia jika tidak memperhatikan dan mengikuti kemajuan-kemajuan negara-negara yang telah maju lebih dahulu.  Oleh karena itu kita perlu mengetahui tentang perawat vokasional itu sendiri. Dan kemudian kita sebagai perawat perlu mengembangkan ilmu keperawatan kita sebagai perawat professional bukan perawat vokasional demi kemajuan kesehatan bangsa Indonesia.

B. Rumusan Masalah

  1. Apa yang dimaksud dengan perawat vokasional?
  2. Bagaimana peran perawat vokasional?
  3. Apa fungsi perawat vokasional?
  4. Apa perbedaan antara perawat vokasional dan perawat profesional?
  5. Di mana tempat bekerja bagi perawat vokasional?

C. Tujuan Penulisan

Dalam penulisan kami kali ini, kami bermaksud mendeskripsikan tentang keperawatan vokasional untuk bisa dibedakan dengan perawat profesional dan penulisan kami kali ini merupakan tugas yang diberikan untuk memenuhi modul pengantar profesi keperawatan.

BAB II

PEMBAHASAN

Menurut Undang-Undang tentang praktik keperawatan, perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.

Perawat terdiri dari dua, yaitu perawat vokasional dan perawat profesional.

A. Perawat Vokasional

Perawat vokasional adalah seseorang yang telah lulus pendidikan Diploma III Keperawatan dan Sekolah Perawat Kesehatan yang terakreditasi dan diakui oleh pejabat yang berwenang Perawat vokasional sangat bebrbeda dengan perawat profesional. Dalam pekerjaannya, perawat profesional ini banyak menyalurkan ketrampilannya kepada klien/pasien. Mereka sering melakukan praktik langsung kepada klien/pasien, sedangkan teori yang didapat itu sedikit, tidak terlalu menjiwai teorinya. Mereka hanya mengerti bagaimana cara melakukannya, dan juga mereka melakukannya setelah mendapat perintah dari atasannya bukan karena inisiatif sendiri. Seorang perawat vokasional juga melaksanakan berbagai kegiatan terkait pemberian asuhan, pendidik, komunikator asuhan keperawatan (AsKep) dan bekerja di bawah supevisi Ners Generalis.

B. Peran Perawat Vokasional

Perawat sebagai seorang anggota tim kesehatan, dalam memberikan askep (asuhan keperawatan) terhadap klien haruslah dapat memberikan informasi tentang klien yang dirawatnya secara akurat dan komplit dan dalam waktu dan cara yang memungkinkan. Seorang klien tergantung pada pemberi perawatan untuk mengkomunikasikan kepada yang lainnya untuk memastikan mutu terbaik dari perawatan.

Selain itu perawat merupakan media komunikasi klien, peran perawat sebagai komunikator sangatlah urgent. Pada perawat vokasional terdapat peran sebagai pendidik dalam pemberian asuhan keperawatan, namun hal ini masih berada dalam bimbingan ners generalis. Sebagai perawat, perawat vokasional pun memiliki peran sabagai anggota riset keperawatan. Oleh karena itu peran-peran perawat yang kompleks ini perlu dilakukan dengan sebaik mungkin agar terciptanya dunia kesehatan yang berkompeten. Tetapi hal tersebut tidak mungkin dilakukan oleh perawat vokasional karena tubuh pengetahuan yang dimiliki keperawatan vokasional sangatlah sedikt dan perannya dalam dunia kesehatan hanya pada karatif saja, tidak sampai memenuhi semua peran yang harus dilakukannya.

C. Fungsi Perawat Vokasional

Pelaksanaan Asuhan Keperawatan

Dalam proses keperawatan pelaksanaan asuhan merupakan tugas semua perawat, baik itu perawat professional maupun perawat vokasional. Dan dalam pemberian asuhan ini perlu adanya pendokumentasian. Pendokumentasian sangat penting dalam perawatan kesehatan saat ini. Edelstein (1990) mendefinisikan dokumentasi sebagai segala sesuatu yang ditulis atau dicetak yang dipercaya sebagai data untuk disahkan orang. Rekam medis haruslah menggambarkan secara komprehensif dari status kesehatan dan kebutuhan klien, boleh dikatakan seluruh tindakan yang diberikan untuk perawatan klien. Pendokumentasian yang baik harus menggambarkan tidak hanya kualitas dari perawatan tetapi juga data dari setiap pertanggung jawaban anggota tim kesehatan lain dalam pemberian perawatan.

Dokumentasi keperawatan adalah informasi tertulis tentang status dan perkembangan kondisi kesehatan pasien serta semua kegiatan asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat (Fischbach, 1991).

Beberapa jenis catatan digunakan sebagai alat komunikasi untuk menginformasikan keadaan klien. Meskipun setiap perusahaan menggunakan format yang berbeda, seluruh catatan mengandung informasi yang mendasar, yaitu:

  1. Identifikasi klien dan data demografis
  2. Informed Consent untuk tindakan
  3. Riwayat keperawatan
  4. Diagnosa atau masalah keperawatan
  5. Rencana keperawatan (Nursing Care Plan)
  6. Catatan tindakan keperawatan dan evaluasi
  7. Riwayat medis
  8. Diagnosa medis
  9. Pesanan terapi
  10. Catatan perkembangan medis dan kesehatan
  11. Laporan pengkajian fisik
  12. Laporan diagnostik studi
  13. Rangkuman prosedur operasi
  14. Rencana pulang dan rangkuman

Memberikan pendidikan kesehatan (di bawah supervisi Ners Generalis) dalam pemberian askep

Peran yang harus dilakukan merupakan fungsi dari perawat itu sendiri. Pendidikan tentang kesehatan harus diberikan oleh perawat vokasional dan harus di bawah pengawasan atau bimbingan supervise Ners Generalis.

Memberikan informasi tentang perkembangan kesehatan pasien kepada atasannya

Dalam praktik asuhan keperawatan, evaluasi tentang perkembang klien harus sangat diperhatikan. Oleh sebab itu fungsi perawat vokasional memberikan informasi kepada atasannya tentang perkembangan kliennya.

Menjadi anggota pelaksana dalam riset keperawatan

Dalam hal ini perawat vokasional merupakan anggota pelaksana riset dan riset ini dilakukan masih di bawah supervisi ners generalis. Karena peran yang dilakukan perawat vokasional tidaklah terlalu kompleks dalam melakukan riset ini.

Riset adalah Proses pencarian kebenaran yang belum terungkap secara sistematis meliputi pengumpulan dan analisis informasi (data). Sedangkan Riset Keperawatan adalah Proses pencarian kebenaran secara sistematis yang didesain untuk meningkatkan pemahaman kita tentang isu-isu yang terkait dengan keperawatan, antara lain: praktik keperawatan, pendidikan keperawatan, dan administrasi keperawatan.

Manfaat riset dalam keperawatan adalah:

  1. Memperkuat dasar-dasar keilmuan yang nantinya akan menjadi landasan dalam kegiatan praktik klinik, pendidikan, dan menejemen keperawatan
  2. Peningkatan kualitas pelayanan keperawatan melalui pemanfaatan hasil penelitian ilmiah
  3. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembiayaan pelayanan keperawatan
  4. Memahami fenomena secara profesional sehingga dapat menyusun perencanaan, memprediksi hasil, pengambilan keputusan, dan meningkatkan perilaku sehat klien.

Ruang lingkup riset keperawatan:

  1. Keperawatan medikal bedah
  2. Keperawatan maternitas
  3. Keperawatan anak
  4. Keperawatan jiwa
  5. Keperawatan gerontik
  6. Keperawatan keluarga
  7. Keperawatan komunitas
  8. Manajemen Keperawatan
  9. Pendidikan Keperawatan

Etika Riset Keperawatan (Loiselle et al., 2004) :

  1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)
  2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subyek penelitian (respect for privacy and confidentiality)
  3. Keadilan dan inklusivitas (respect for justice and inclusiveness)
  4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harms and benefits).

Didalam melaksanakan semua peran maupun fungsinya sebagai perawat, perawat vokasional memiliki wewenang dalam melaksanakan tindakan keperawatan yang menjadi lingkup tanggung jawabnya masih berada dibawah bimbingan supervisi Ners Generalis, namun dalam praktik keperawatan di Indonesia kebanyakan perawat vokasional melaksanakan wewenang dan tugasnya tanpa bimbingan dari ners generalis sehingga para perawat vokasional hanya memberikan asuhan keperawatan tanpa adanya pengetahuan ilmiah yang cukup untuk memberikan asuhan kepada klien tersebut. Serta perawat vokasional melakukan tugasnya berdasarkan perintah dokter saja.

D. Kompetensi Perawat Vokasional

Sebagai perawat, perawat vokasional pun harus memiliki beberapa kompetensi untuk melaksanakan asuhan keperawatan kepada klien, berikut adalah beberapa kompetensi yang perlu dimiliki perawat vokasional:

  • Berkomunikasi

Komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi atau proses pemberian arti sesuatu antara dua atau lebih orang dan lingkungannya bisa melalui simbol, tanda atau perilaku yang umum, dan biasanya terjadi dua arah.

Komunikasi menjadi penting dan perlu dipahami oleh perawat karena merupakan tolak ukur dalam mutu pelayanan keperawatan. Rendahnya komunikasi yang baik dan efektif dapat menyebabkan kesalahpahaman dalam mempersepsikan yang berdampak pada tingginya konflik antar tenaga kesehatan dan ketidakpuasan dari pelanggan baik internal (pemberi pelayanan) maupun eksternal (penerima pelayanan). Yang pada akhirnya menyebabkan rendahnya mutu pelayanan keperawatan yang diberikan.

  • Melakukan Prosedur/Teknik Keperawatan

Dalam pendidikan perawat vokasional, ketrampilan untuk melakukan prosedur keperawatan sangat ditekankan. Sehingga perawat vokasional lebih diperlukan terhadap prosedur keperawatan saja, tanpa perlu adanya pengetahuan yang banyak terhadap prosedur yang dilakukan.

  • Melaksanakan Instruksi/Program Keperawatan Tertentu (Sederahana)

Perawat vokasional di dalam melaksanakan tugasnya, hanya melakukan tugas-tugas keperawatan yang sederhana saja. Seperti melaksanakan asuhan keperawatan kepada klien yang tingkat sakitnya tidak kronis atau darurat.

  • Mengumpulkan Data Riset

Sebelum membahas kompetensi, kita telah membahas peran maupun fungsi perawat yang sabagai anggota pelaksana dalam riset keperawatan. Kempetensi yang harus dimiliki perawat vokasional hanya mengumpulkan data riset saja, sedangkan pengolahan datanya dilakukan oleh Ners Generalis.

Dalam dunia kesehatan banyak perbedaan penempatan kerja, khususnya keperawatan. Perawat vokasional biasanya bekerja di institusi pelayanan kesehatan yang sederhana saja, seperti Rumah Sakit yang sederhana, puskesmas, atau lain sebagainya yang membutuhkan pelayanan keperawatan primer maupun sekunder, sedangkan perawat professional mencakup seluruh aspek pelayanan keperawatan.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perawat vokasioanl merupakan perawat yang hanya mengutamakan ketrampilan semata, tanpa di dasari pengetahuan yang cukup untuk melakukan tindakan asuhan keperawatan. Perawat vokasional memiliki jenjang pendidikan hanya D III saja, bahkan di Indonesia perawat vokasional ada yang hanya sampai SPK (Sekolah Perawat Kesehatan) yaitu hanya SMP plus tiga tahun.

Perawat Indonesia saat ini di dominasi oleh perawat vokasional yang hanya memiliki kompetensi standar, dan hanya memiliki peran serta fungsi yang sedikit dalam melaksanakan asuhan keperawatan.

Oleh karena itu dunia kesehatan Indonesia perlu memperhatikan peran perawat. Untuk memaksimalkan perawat professional di berbagai institusi kesehatan. Hal tersebut untuk memajukan Indonesia pada bidang kesehatan.

B. Penutup

Demikianlah penulisan kami kali ini, semoga apa yang kami tulis bermanfaat. Kritik dan saran dari para pembaca yang membangun kami harapkan, agar meningkatkan kemajuan penulisan kami ini.

DAFTAR PUSTAKA

(maaf Lupa menaruh daftar pustaka)





Penatalaksanaan Nutrisi pada Penderita Stress Physiologis

2 12 2009

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Makanan mempunyai peran penting dalam proses penyembuhan. Karena salah satu factor tersebut perlu adanya pengaturan nutrisi yang diberikan kepada seseorang yang mengalami penyakit maupun dalam proses pemulihan.

Pada makalah kami kali ini kami akan membahas pengaturan diet kepada penderita pra dan pasca bedah serta luka bakar yang mengalami stress physiologis.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana penatalaksanaan nutrisi pada penderita stress physiologis?

C. Tujuan Penulisan

Pada penulisan makalah ini sebenarnya ditujukan untuk:

  1. Memenuhi tugas kuliah Ilmu Gizi
  2. Bagi pembaca, dapat mengetahui penetalaksanaan nutrisi pada penderita stress phsyologi
  3. Bagi penulis sendiri, yang nantinya akan menjadi bekal di kemudian hari dan menjadi sebagai pembelajaran yang berharga.

Demikianlah penulisan kami kali ini semoga bermanfaat bagi para pembaca maupun bagi penulis.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Diet Pada Pra dan Pasca Bedah

Pengaruh pembedahan terhadap metabolism pasca bedah tergantung berat ringannya pembedahan, keadaan gizi pra bedah dan penagruh pembedahan terhadap kemampuan pasien untuk mencerna dan mengabsorpsi zat-zat gizi.

1) Diet  Terhadap Pra Bedah

Pemberian diet  terhadap pra bedah tergantung pada :

  • Keadaan umum pasien. Contoh : status gizi apakah normal atau tidak, gula darah, tekanan darah, ritme jantung, denyut nadi, fungsi ginjal, dan suhu tubuh.
  • Macam pembedahan :

a)  Bedah minor atau bedah kecil, seperti : tindakan insisi, ekstirpasi, dan sirkumsisi (khitan)

b)  Bedah mayor atau bedah besar, yang dibedakan dalam bedah pada saluran cerna (lambung,usus halus, usus besar) dan bedah di luar saluran cerna (jantung, ginjal, paru, saluran kemih, tulang dsb)

  • Sifat operasi :

a)  Segera dalam keadaan darurat atau cito, sehingga pasien tidak sempat diberi diet pra-Bedah

b)  Berencana atau elektif. Pasien disiapkan dengan pemberian Diet Pra-Bedah sesuai status gizi dan macam pembedahan

  • Macam penyakit ;

a)  Penyakit utama yang membutuhkan pembedahan adalah penyakit saluran cerna, jantung, ginjal, saluran pernapasan, dan tulang.

b)  Penyakit penyerta yang dialami, misalnya penyakit diabetes mellitus,jantung, dan hipertensi.

a) Tujuan Diet

Tujuan diet Pra-Bedah adalah untuk mengusahakan agar status gizi pasien dalam keadaan optimal pada saat pembedahan sehingga tersedia cadangan untuk mengatasi stress dan penyembuhan luka.

b) Syarat-Syarat Diet

  • Energi
  1. Bagi pasien dengan status gizi kurang diberikan sebanyak 40- 45 kkaL/kg BB.
  2. Bagi pasien dengan status gizi lebih diberikan sebanyak 10-25% dibawah kebutuhan energi normal
  3. Bagi pasien dengan status gizi baik diberikan sesuai dengan kebutuhan energi normal ditambah factor stress sebesar 15% dari AMB (Angka Metabolisme Basal)
  4. Bagi pasien dengan penyakit tertentu energi diberikan sesuai dengan penyakitnya
  • Protein
  1. Bagi pasien dengan status gizi kurang, anemia, albumen rendah (<2,5 mg/dl) diberikan protein tinggi 1,5-2,0 gr/kg BB.
  2. Bagi pasien dengan status gizi baik/kegemukan diberikan protein normal 0,8-1 gr/kg BB.
  3. Bagi pasien dengan penyakit tertentu diberikan sesuai dengan penyakitnya.
  • Lemak  Cukup

Yaitu 15-25% dari kebutuhan energy total. Bagi pasien dengan penyakit tertentu diberikan sesuai dengan penyakitnya.

  • Karbohidrat Cukup

Sebagai sisa dari kebutuhan energy total untuk menghindari hipermetabolisme. Bagi pasien dengan penyakit tertentu, karbohidrat  diberikan sesuai dengan penyakitnya.

  • Vitamin Cukup

Terutama vitamin B, C, dan K. bila perlu dalam bentuk suplemen.

  • Mineral Cukup

Rendah sisa agar mudah dilakukan pembersihan saluran cerna atau klisma, sehingga tidak mengganggu proses pembedahan (tidak buang air besar atau kecil di meja operasi).

c) Jenis, Indikasi, Dan Lama Pemberian Diet

Sesuai dengan jenis dan sifat pembedahan, Diet Pra-Bedah diberikan dengan indikasi sebagai berikut :

  1. Pra- Bedah darurat atau cito. Sebelum pembedahan diberikan diet tertentu.
  2. Pra-Bedah Berencana atau elektif

a.  Pra-Bedah minor atau kecil elektif, seperti tonsilektomi tidak membutuhkan diet khusus. Pasien dipuaskan 4-5 jam sebelum pembedahan. Sedangkan pada pasien yang akan menjalani apendiktomi, herniatomi, hemoroidektomi, dan sebagaianya diberikan Diet Sisa Rendah sehari sebelumnya.

b.  Pra-Bedah mayor atau besar elektif seperti :

  • pra-Bedah Saluran Cerna diberikan Diet Sisa Rendah selama 4-5 hari, dengan tahapan :

a)    hari ke-4 sebelum pembedahan diberi makanan lunak

b)    hari ke-3 sebelum pembedahan diberi makanan saring.

c) hari ke-2 dan 1 hari sebelum pembedahan diberi  Formula Enteral Sisa Rendah.

  • Pra-Bedah Besar di luar saluran cerna diberi Formula Enteral Sisa Rendah selama 2-3 hari. Pemberian makanan terakhir pada pra-Bedah besar dilakukan 12-18 jam sebelum pembedahan  sedangkan minum terakhir 8 jam sebelumnya.

d) Bahan Makanan Sehari Dan Nilai Gizi

Dapat dilihat pada makanan lunak, makanan saring dan makanan cair.

2) Diet Pasca Bedah

Adalah makanan yang diberikan kepada pasien setelah menjalani pembedahan.Pengaturan makanan sesudah pembedahan tergantung pada macam pembedahan dan jenis penyakit penyerta.

a) Tujuan

Tujuan diet pasca bedah adalah untuk mengupayakan agar status gizi pasien segera normal untuk mempercepat proses penyembuhan dan meningkatkan daya tahan tubuh pasien, dengan cara sebagai berikut:

  1. Memberikan kebutuhan dasar (cairan, energy, protein)
  2. Menggatnti kehilangan protein glikogen, zat besi dan zat gizi lain
  3. Memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan cairan

b) Syarat Diet

Syarat Diet Pasca Bedah adalah memberikan makanan secara bertahap mulai dari bentuk cair, saring, lunak dan biasa. Pemberian makanan dari tahap ke tahap tergantung pada macam pembedahan dan keadaan pasien seperti:

  • Pasca Bedah Kecil

Makanan diusahakan secepat mungkin kembali seperti biasa atau normal

  • Pasca bedah besar

Makanan diberikan secara berhati-hati disesuaikan dengan kemampuan pasien untuk menerimanya.

c) Jenis Diet Dan Indikasi Pemberian

1. Diet Pasca Bedah 1 (DPB 1)

Diet ini diberikan kepada pasien pasca bedah:

a.  Pasca bedah kecil : setelah sadar atau rasa mual hilang

b.  Pasca bedah besar : setelah sadar dan rasa mual hilang serta ada tanda-tanda usus sudah mulai bekerja

Cara Memberikan Makanan

Selama enam jam sesudah pembedahan, makanan yang diberikan berupa air putih, teh manis atau cairan lain seperti pada makanan cair jernih. Makanan ini diberikan dalam waktu ssingkat mungkin, karena kurang dalam semua zat gizi. Selain itu diberikan makanan pareteral sesuai kebutuhan.

Bahan makanan sehari dan nilai gizi

Makanan diberikan secara bertahap sesuai kemampuan dan kondisi pasien, mulai dari 30mL/jam.

2. Diet Pasca Bedah II (DPB II)

Diet pasca bedah II diberikan pada pasien pasca bedah besar saluran cerna/sebagai perpindahan dari diet pasca bedah I.

Cara Memberikan Makanan

Makanan diberikan dalam bentuk cair kental, berupa kaldu jernih, sirup, sari buah, sup, susu, dan pudding rata-rata 8-10 kali sehari selama pasien tidak tidur. Jumlah cairan yang diberikan tergantung keadaan kondisi dan pasien. Selain itu dapat diberikan makanan parenteral bila diperlukan. DPB II diberikan waktu sesingkat mungkin karena zat gizinya kurang.

Bahan makanan sehari dan nilai gizi

Bahan makanan sehari dan gizi diet pasca bedah II, dapat dilihat pada makanan cair kental dengan pemberian secara berangsur dimulai 50 ml/jam

Makanan yang tidak diperbolehkan

Makanan yang tidak diperbolehkan pada diet pasca bedah II adalah air jeruk dan minuman yang mengandung karbon dioksida.

3. Diet Pasca Bedah III (DPB III)

Diet pasca bedah III diberikan pada pasien pasca bedah besar saluran cerna atau sebagai perpindahan dari diet pasca bedah II

Cara memberikan makanan

Makanan yang diberikan berupa makanan saring ditambah bsusu dan biscuit. Cairan hendaknya tidak melebihi 2000 ml sehari. Selain itu dapat diberikan makanan parenteral bila diperlukan.

Makanan yang Tidak Dianjurkan

Makanan yang tidak dianjurkan untuk diet pasca bedah III adalah makanan dengan bumbu tajam dan minuman yang mengandung karbon dioksida.

Bahan Makanan Dan Nilai Gizi

Bahan makanan sehari dan nilai gizi diet pasca bedah III dapat dilihat pada makanan saring ditambah dengan:

Pukul 16.00 : Susu 1 gelas

Gula pasir 20 gram

Pukul 22.00 : Biskuit 30 gram

Nilai Gizi Tambahan:

Energi 337 kkal Besi 1 mg
Protein 18 g Vitamin A 392 RE
Lemak 12 g Tiamin 0,1 mg
Karbohidrat 50 g Vitamin C 1,5 mg
Kalsium 246 mg

4. Diet Pasca-Bedah IV

Diet Pasca Bedah IV diberikan kepada :

  1. Pasien pasca bedah kecil, setelah diet pasca bedah I
  2. Pasien pasca bedah besar, setelah diet pasca bedah III

Cara Memberi Makanan

Makanan diberikan berupa makanan lunak yang dibagi dalam 3 kali makanan lengkap dan satu kali makanan selingan.

Bahan makanan sehari dan nilai gizi dapat dilihat pada makanan lunak. Apabila makanan pokok dalam bentuk bubur/tim tidak habis, sebagai pengganti diberikan makanan selingan pukul 16.00 dan 22.00 berupa 2 buah biscuit atau 1 porsi pudding dan 1 gelas susu.

Makanan Yang Tidak Dianjurkan

Makanan yang tidak dianjurkan untuk diet pasca bedah IV adalah makanan dengan bumbu tajam dan mengandung karbondioksida (CO2).

Cara Memesan Diet

Diet pasca bedah IV (DPB IV)

B. Diet Luka Bakar

Luka bakar adalah kerusakan jaringan permukaan tubuh disebabkan oleh panas pada suhu tinggi yang menimbulkann reaksi pada seluruh system metabolism. Luka berat dapat disebabkan oleh ledakan , aliran listrik, api , zat kimia, uap panas, minyak panas, matahari, dan sebagainya.

  • Diet Luka Bakar I

Diet luka bakar I diberikan pada pasien luka bakar berupa cairan Air Gula Garam Soda (AGGS) dan Makanan Cair penuh dengan pengaturan sebagai berikut:

  1. 0-8 jam pertama sampai residu lambung kosong, diberi AGGS dan Makanan Cair Penuh ½ kkal/ml, dengan cara drip dengan kecepatan 50 ml/ jam.
  2. 8-16 jam kemudian , jumlah energy per milliliter ditingkatkan menjadi 1 kkal/ml dengan kecepatan sama.
  3. 16-24 jam  kemudian, apabila tidak kembung dan muntah, energy ditingkatkan menjadi  1 kkal/ml  dengan kecepatan 50-75 ml/menit. Diatas 24 jam bila tidak ada keluhan, kecepatan pemberian makanan dinaikkan sampai dengan 100 ml/ menit
  4. Apabila ada keluhan kembung dan mual, AGGS dan makanan cair penuh diberikan dalam keadaan dingin. Apabila muntah, pemberian makann dihentikan selama 2 jam.

Komposi cairan AGGS adalah:

Air 200 ml Garam dapur 2 g /2 bks
Gula/sirup 25g/30 ml Soda kue 1 g /1 bks
  • Diet Luka Bakar II

Diet luka bakar II merupakan perpindahan dari diet Luka Bakar I, yaitu diberikan segera setelah pasien mampu menerima cairan AGGS dan makanan cair penuh dengan nilai energy 1 kkal/ml, serta sirkulasi cairan tubuh normal.

Cara pemberiannya sebagai berikut:

  1. Bentuk makanan disesuaikan dengan kemampuan pasien, dapat berbentuk cair, saring, lumat, lunak, atau biasa.
  2. Cairan AGGS diberikan tidak terbatas.
  3. Bila diberikan dalam bemtuk cair, frekuensi pemberian 8 kali sehari; volume setiap kali pemberian disesuaikan dengan kemampuan pasien, maksimal 350 ml.
  4. Bila diberikan dalam bentuk saring, frekuensi pemberian 3-4 kali sehari dan dapat dikombonasikan dengan makanan cair penuh untuk memenuhi kebutuhan gizi.
  5. Bila diberikan  dalam bentuk lunak atau biasa, frekuensi  pemberian disesuaikan dengan kemampuan pasien sehingga asupan zat gizi terpenuhi.

Bahan Makanan Sehari dan Nilai Gizi

  • Bentuk Cair

Dapat dilihat pada makanan cair penuh.

  • Bentuk saring

Dapat dilihat pada makanan saring.

Makanan ini ditambah Makanan cair sebagai berikut:

Pukul 10.00   : Makanan Cair Penuh 200 ml

Pukul 16.00   : Makanan Cair Penuh 200 ml

Pukul 21.00   : Makanan Cair Penuh 200 ml

Pukul 05.00   : Makanan Cair Penuh 200 ml

Nilai gizi tambahan:

Energi                        800 kkal                                 Lemak                       30 g

Protein                       35 g                                        Karbohidrat 99 g

  • Bentuk Lunak

Dapat dilihat pada diet Makanan Lunak.

Makanan ini ditambah dengan makanan sebagai berikut:

Pukul 10.00   : 1 butir telur ayam rebus.

Pukul 16.00   : 1 butir telur ayam rebus.

Pukul 22.00   : 1 porsi roti/ mie instant/ biskuit

Nilai gizi tambahan:

Energi                        539 kkal                                 Lemak                       31 g

Protein                       25 g                                        Karbohidrat 39 g

  • Bentuk Biasa

Dapat dilihat pada Diet Energy Tinggi Protein Tinggi (diet ETPT)

Bila pasien tidak dapat mengahbiskan porsi makanan biasa, maka frekuensi makan dapat ditambah menjadi 4 x makanan utama. Jadwal makanan adalah sebagai berikut:

Pukul 08.00   : makan pagi

Pukul 10.00   : selingan

Pukul 13.00   : makan siang

Pukul 16.00   : selingan

Pukul 18.00   : makan malam I

Pukul 21.00   : makan malam II

Pukul 05.00   : selingan

Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan

Bahan  Makan yang Dianjurkan Bahan  Makan yang Tidak Dianjurkan
Semua bahan makanan sumber energy dan protein seperti susu, telur, daging, ayam dan keju, serta gula pasir, dan sirup. Bahan makanan hiperalergik seperti udang.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Seperti kita ketahui bahwa makanan sangat berperan dalam proses penyembuhan bagi para penderita stress physiology. Baik yang diakibatkan pra bedah, pasca bedah maupun luka bakar. Pada penatalaksanaannya nanti kita harus lebih mengkaji permasalahan yang terjadi agar tidak terjadinya kesalahan dalam piñatalaksanaan nutrisi pada penderita apapun karena mengetahui apa yang dideritanya.

B. Saran

Penatalaksanaan diet ini perlu adanya bimbingan dari tim ahli gizi demi terwujudnya kesehatan yang lebih optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier,Sunita. 2006. Penuntun Diet, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama





Empati dan Simpati Perawat Muslim

2 12 2009

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tn.H (51 tahun) didiagnosis menderita gagal ginjal kronik dan fungsi ginjal sudah tidak normal lagi. Pada saat ini beliau sangat tergantung sekali kepada alat pencuci darah (hemodialisa) dimana satu kali hemodialisa memerlukan dana sekitar Rp.400.000, dan harus dilakukan dua kali dalam seminggu. Agar beliau dapat sembuh, dokter menganjurkan untuk cangkok ginjal. Cangkok ginjal dapat dilakukan pada ginjal yang berasal dari saudara kandung maupun orang lain, asalkan dengan syarat kondisi ginjal tersebut sehat. Bila harus “ mencari ginjal dari orang lain” sangat sulit dan mahal. Tn.H meminta kepada adik (Tn.L) dan kakaknya (Tn.M) untuk menyumbangkan ginjalnya untuk kesembuhan dirinya. Kedua saudara kendung Tn.H tersebut sudah berkeluarga dan mempunyai anak. (Kompas, 19 Agustus 2005).

B. Rumusan Masalah

  1. Apa Pengertian Empati dan Simpati serta apa perbedaan dari keduanya?
  2. Apa pengertian Hemodialisa, Ginjal dan Gagal Ginjal Kronik?
  3. Bagaimana permecahan terhadap masalah ini?

C. Tujuan Penulisan

Penulisan kami kali ini bertujuan untuk memberikan solusi terhadap masalah diatas. Selain itu penulisan ini kami buat untuk memenuhi tugas modul Empati dan Komunikasi. Demikianlah penulisan ini kami buat semoga bermanfaat bagi semuanya terkhusus bagi penulis.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Empati

Empati dapat diartikan sebagai suatu keadaan jiwa yang merasa iba melihat penderitaan orang lain dan terdorong dengan kemauan sendiri untuk menolongnya tanpa mempersoalkan perbedaan  latar belakang agama, budaya, bahasa, kebangsaan, etnik, golongan dan sebagainya. (Abuddin Nata)

Sebagi seorang manusia rasa empati sudah terkandung pada jiwanya. Lalu bagaimana seseorang itu mengaplikasikannya. Islam mengajarkan kepada kita unutuk bersikap empati, seperti harus memiliki rasa sifat pemurah, dermawan, saling membantu, tolong-menolong dan lainnya. Hal ini berkaitan dengan Firman Allah SWT:

و ما يفعلوا من خير فلن يكفروه و الله عليم بالمتقين

Artinya: “Dan apa saja kebajikan yang mereka kerjakan, Maka sekali-kali mereka tidak dihalangi (menenerima pahala) nya; dan Allah Maha mengetahui orang-orang yang bertakwa” (QS. Ali Imran: 115)

وتعاونوا على البر و التقوى

Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa” (QS. Al-Maidah: 2)

B. Pengertian Simpati

Simpati adalah kecenderungan untuk merasakan perasaan, pikiran dan keinginan orang lain. Namun karena melibatkan perasaan, seringkali penilaiannya menjadi subyektif.

Pada kasus tersebut keluarga merasakan penderitaan Tn. H dan memberikan tanggapan namun tidak memberikan respon berupa tindakan.

Oleh karena itu jika hanya diterapkan rasa simpati saja maka Tn. H tidak akan mendapat solusi yang terbaik untuk dirinya. Namun jika rasa simpati diserakan rasa empati kasus tersebut terasa menjadi lebih ringan dan terasa mudah bagi Tn. H.

Inilah jika empati tercipta pada kasus tersebut; “Keluarga merasakan penderitaan Tn. H dan memberikan ginjal salah satu dari kakak atau adik sebagai salah satu solusi untuk Tn. H”

C. Perbedaan Empati dan Simpati

  • SIMPATI
  1. Memberikan perhatian terhadap perasaan sedih saja
  2. Larut dalam berbagai perasaan duka
  3. Cenderung memberikan  Pendapat
  4. Bersifat Subjektif
  • EMPATI
  1. Memberikan perhatian yang sama terhadap perasaan duka dan suka
  2. Tidak terlalu larut dalam perasaan dukanya
  3. Memberikan Pendapat dan lebih memahami keluhan yang berduka
  4. Bersifat objektif

D. Pengertian Hemodialisa, Ginjal dan Gagal Ginjal Kronik

Hemodialisa adalah Pengeluaran solut toksik dan kelebihan cairan dari dalam darah melalui proses dialysis yang dilakukan dengan menempatkan membran semipermeabel di antara darah dan larutan pencuci yang dinamakan dialysate.

Ginjal adalah Organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip kacang. Sebagai bagian dari sistem urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah dan membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin.

Gagal Ginjal Kronik (CRF) atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).

E. Pemecahan Masalah

Kasus diatas merupakan hal yang cukup sulit untuk diberikan solusinya. Namun kita yakin setiap ada kesulitan pasti ada kemudahan. Hal yang harus kita lakukan adalah memberikan pemahaman dan pengarahan tentang empati kepada pasien dan keluarga Sebaiknya Tn. H melakukan cangkok ginjal dari keluarga terdekat dan jika keluarga tidak bersedia, sebaiknya keluarga bersama-sama mengumpulkan dana untuk membeli ginjal dan melakukan cangkok ginjal dari orang lain. Karena jika hemodialisa dilakukan terus menerus akan lebih memberatkan keluarga maupun Tn. H.

Islam adalah Rahmatan Lil ‘Alamiin, pada kasus ini kita harus mencari solusi yang lebih mudah dan tidak memberatkan kedua belah pihak serta kita harus menciptakan hubungan yang baik sesama manusia. Allah berfiman tentang seseorang harus mencari solusi terbaik:

يريد الله بكم اليسر ولا يريد بكم العسر

Artinya: “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidaklah menghendaki kesempitan bagimu”

Banyak lagi nash-nash Al-Quran maupun hadits yang mengarahkan kepada kemudahan dan menjauhi kesulitan. Siti Aisyah memberikan gambaran tentang kepribadian Nabi Muhammad SAW. Berkata:

ما خيّر بين امرين الاّ اختار ايسرهما مالم يكن اثما

Artinya: “Tidak sekali-kali Nabi dihadapkan kepada kedua pilihan kecuali beliau memilih yang lebih ringan sepanjang tidak jatuh kedalam dosa”.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Gagal ginjal kronik merupakan penyakit yang sangat berat. Karena ginjal merupakan salah satu alat untuk proses metabolisme dan merupakan organ unutuk ekskresi yang berfungsi sebagai penyaring kotoran. Karena jika terjadi gagal ginjal kronik hanya ada dua cara penanganannya. Penganannya yaitu, dengan cara hemodialisa atau harus segera ada pencangkokan ginjal. Jika orang tersebut melakukan hemodialisa maka sangat memberatkan, karena sekali hemodialisa harganya cukup mahal dan hal tersebut harus dilakukan dua kali dalam seminggu. Karena itu cara yang efektif adalah pencagkokan ginjal. Namun pencangkokan ginjal juga mempunyai masalah, yaitu masalah pendonornya. Oleh karena itu untuk menciptakan keharmonisan hubungan antar manusia harus ada rasa empati terhadap orang lain. Empati adalah suatu keadaan jiwa yang merasa iba melihat penderitaan orang lain dan terdorong dengan kemauan sendiri untuk menolongnya tanpa mempersoalkan perbedaan  latar belakang agama, budaya, bahasa, kebangsaan, etnik, golongan dan sebagainya. Dengan adanya rasa empati seorang keluarga maka kakak ataupun adiknya Tn. H tersebut akan bersedia mendonorkan ginjalnya kepada Tn. H.

B. Saran

Demikianlah penulisan kami kali ini, semoga bermanfaat bagi kita semua. Dan kami mohon maaf apabila ada kesalahan pada penulisan kami ini. Dan sebagai seorang calon tenaga kesehatan perlulah kita mempelajari empati dan mengaplikasikannya pada kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI. 2005. AL-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung: PT Syamil Media Cipta

Hinchliff, Sue. 1999. Kamus Keperawatan, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Nata, Abuddin. 2004. Perspektif Islam Tentang Pendidikan Kedokteran, Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah

Zahrah, Muhammad Abu. 2008. Ushul Fiqh, Jakarta: Pustaka Firdaus

Harnawatiaj. Gagal Ginjal Kronik. (http://harnawatiaj.wordpress.com/). 21 Januari 2009





Keperawatan Islam

2 12 2009

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam menetapkan tujuan pokok kehadirannya untuk memelihara agama, jiwa, akal, jasmani, harta, dan keturunannya.

Setidaknya tiga dari yang disebut di atas berkaitan dengan kesehatan. Tidak heran jika ditemukan bahwa islam amat kaya tentang tuntunan kesehatan.

Kesehatan merupakan unsur yang penting di dalam kehidupan, islam pun memberikan penjelasan-penjelasan lewat Al-Quran maupun hadits yang berkaitan tentang pentingnya kesehatan. Firman Allah berkaitan tentang menjaga kesehatan:

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)

Keperawatan merupakan salah satu profesi yang memberikan pelayanan kesehatan. Berkaitan dengan hal tersebut kami membuat sebuah makalah yang berjudul “Paradigma Keperawatan Dalam Islam”.

B. Rumusan Masalah

  1. Bagaimana sejarah keperawatan Islam?
  2. Apa pengertian keperawatan?
  3. Apa pengertian Paradigma Keperawatan dalam Islam ?
  4. Apa saja komponen-komponen Paradigma Keperawatan dalam Islam?
  5. Apa saja prinsip-prinsip Islam dalam Kesehatan?
  6. Apa peran Keperawatan Islam?

    C. Tujuan Penulisan

      Pada penulisan kami ini memberikan sebuah penjelasan tentang paradigma keperawatan dalam islam agar kita sebagai seorang muslim dapat mengaplikasikan dalam praktik keperawatan. Selain itu penulisan ini kami buat untuk memenuhi tugas pengantar profesi keperawatan. Demikianlah penulisan ini kami buat semoga bermanfaat bagi semuanya terkhusus bagi penulis.

      BAB II

      PEMBAHASAN

      A. Sejarah Keperawatan Islam

      Untuk dunia keperawatan seorang tokoh muslimah yang ikut membantu rasul untuk mengobati kaum muslimin yang terluka yang bernama Rufaidah Binti Sa’ Ad Al- Asalmiya, Ummu Attiyah, dan masih banyak lagi tokoh-tokoh ilmu pengetahuan dan keperawatan lainnya baik dijaman rasul maupun sesudah kerasulan.

      Banyak perawat-perawat muslim tidak mengenal Rufaidah binti Sa’ ad, mereka lebih mengenal tokoh keperawatan yang berasal dari dunia barat yaitu Florence Nighttingale seorang tokoh keperawatan yang berasal dari Inggris. Apabila kita mau menelaah lebih jauh lagi ke belakang jauh sebelum agama Islam menyentuh dunia barat, dunia barat saat itu mengalami masa kegelapan dan kebodohan di karenakan kebijakan dari pihak gereja yang lebih banyak menguntungkan mereka, tapi disisi lain di belahan dunia lainnya yaitu Jazirah Arab di mana Islam telah diajarkan oleh Rasulullah ilmu pengetahuan mengalami kemajuan terutama dalam dunia keperawatan. Bukan berarti rasul menjadi seorang tabib tapi dalam ajaran Islam yang beliau sampaikan mengandung  ajaran dan nilai-nilai kesehatan seperti: pentingnya menjaga kebersihan diri (Personal Hygiene), menjaga kebersihan makanan, mencuci tangan, ibadah puasa, berwudhu dan lain sebagainya.

      Rufaidah binti Sa’ad memiliki nama lengkap Rufaidah binti Sa’ad Al Bani Aslam Al-Khazraj yang tinggal di Madinah, dia lahir di Yatsrib dan termasuk kaum Ansar yaitu suatu golongan yang pertama kali menganut Islam di Madinah. Ayahnya seorang dokter dan dia mempelajari ilmu keperawatan saat membantu ayahnya. Dan saat kota Madinah berkembang Rufaidah mengabdikan dirinya merawat kaum muslimin yang sakit dan membangun tenda di luar Mesjid Nabawi saat dalam keadaan damai. Dan saat perang Badar, Uhud, Khandaq, dia menjadi sukarelawan dan merawat korban yang terluka akibat perang. Dia juga mendirikan Rumah Sakit lapangan sehingga terkenal saat perang dan Rasulullah SAW juga memerintahkan agar para korban yang terluka di bantu olehnya.

      Rufaidah juga melatih beberapa kelompok wanita untuk menjadi perawat dan dalam perang Khibar mereka meminta ijin kepada rasul untuk ikut di garis belakang pertempuran untuk merawat mereka yang terluka dan rasul pun mengijinkannya. Inilah dimulainya awal mula dunia medis dan dunia keperawatan.

      Rufaidah juga memberikan perhatian terhadap aktifitas masyarakat, kepada anak yatim, penderita gangguan jiwa, beliau mempunyai kepribadian yang luhur danempati sehingga memberikan pelayanan keperawatan kepada pasiennya dengan baik dan teliti. Sentuhan sisi kemanusiaan ini penting bagi seorang perawat (nurse), sehingga sisi tekhnologi dan sisi kemanusiaan (human touch) jadi seimbang.

      Itulah sejarah singkat tokoh keperawatan dalam sejarah Islam dan kami akan menjelaskan sejarah perkembangan dunia keperawatan dalam dunia Islam dari masa ke masa.

      1. Masa penyebaran Islam (The Islamic Period) 570 – 632 M. Pada masa ini keperawatan sejalan dengan perang kaum muslimin/jihad (holy wars), pada masa inilah Rufaidah binti Sa’ ad memberikan kontribusinya kepada dunia keperawatan.
      2. Masa setelah Nabi (Post prophetic era) 632 – 1000 M. Masa ini setelah nabi wafat, pada masa ini lebih di dominasi oleh kedokteran dan mulai muncul tokoh-tokoh Islam dalam dunia kedokteran seperti Ibnu Sinna (Avicenna), Abu Bakar ibnu Zakariya Ar-Razi (Ar-Razi), bahkan Ar-Razi sendiri menulis dua karangang tentang ”The Reason why some persons and common people leave a physician even if he is clever“.
      3. Masa pertengahan 1000 – 1500 M. Pada masa ini Negara-negara arab membangun rumah sakit dengan baik dan mengenalkan perawatan orang sakit, dan di rumah sakit tersebut dimulai pemisahan antara kamar perawatan laki-laki dan perempuan dan sampai sekarang banyak diikuti semua rumah sakit di seluruh dunia.
      4. Masa Modern ( 1500 – sekarang ). Pada masa inilah perawat-perawat asing dari dunia barat mulai berkembang dan mulai ada. Tapi pada masa ini seorang perawat bidan muslimah pada tahun 1960 yang bernama Lutfiyyah Al-Khateeb mendapatkan Diploma Keperawatan di Kairo.

      Jadi, demikianlah sekelumit dunia keperawatan dalam Islam dan kami ingin mengajak para pembaca terutama para perawat bahwa ilmu pengetahuan sudah dimulai oleh islam terutama dunia kesehatan dan keperawatan sudah ada di jaman rasul.

      Profesi keperawatan merupakan ladang ibadah kita, manakala kita lakukan dengan penuh kesungguhan serta penuh keihklasan. Oleh karenanya untuk dapat melaksanakan tugas profesi yang bernilai ibadah tentunya perlu dilandasasi oleh kaidah-kaidah agama yang kita yakini bersama.

      B. Pengertian Keperawatan

      Pengertian keperawatan menurut Abdellah, F.G. (1960) “Nursing is based upon art and science which would the attitudes, intellectual competencies and technical skills of the individual nurse into the desire and ability to help people sick or well cope with their health needs, and may be carried out under general of specific medical direction”

      Menurut keperawatan Indonesia “Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio, psiko, sosio, spiritual yang komprehensif, ditunjukan kepada individu keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup selurug proses kehidupan manusia.

      Menurut keislaman adalah suatu manifestasi dari ibadah yang berbentuk pelayanan professional dan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasari pada keimanan, keilmuan dan amal.

      Pengertian menurut keislaman nantinya dapat kita kaitkan kepada komponen paradigma keparawatan dalam Islam. Oleh karena itu perlu kita memahami pengertiannya paradigma keperawatan dalam Islam

      C. Pengertian dan Komponen-Komponen Paradigma Keperawatan Dalam Islam

      Paradigma keperawatan dalam Islam adalah cara pandang, persepsi, keyakinan, nilai-nilai dan konsep-konsep dalam menyelenggarakan profesi keperawatan yang melaksanakan sepenuhnya prinsip dan ajaran Islam.

      Oleh karena itu paradigma keperawatan dalam Islam memiliki empat komponen yang dilandasi oleh prinsip dan ajaran islam Yaitu:

      1. Manusia Dan Kemanusiaan.

      Firman Allah SWT:

      Artinya: “ Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (QS. At-Tiin: 4)

      Berdasarkan dalil diatas , maka manusia adalah mahluk ciptaan Allah yang terbaik bentuknya dan dimuliakan Allah, terdiri dari : Jasad, Ruh, dan Psikologis,

      dimana makhluk lainnya yang ada dilangit dan dibumi ditundukan oleh Allah kepada manusia kecuali Iblis.

      Dalam Al-Quran manusia diistilahkan dengan sebutan : Al-Basyar dan An-Naas.

      Al-Basyar mengambarkan manusia dalam bentuk fisik : diciptakan dari tanah , dapat dilihat, memakan sesuatu, mendengar, berjalan dan berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya.

      An-Naas. Mengindikasikan bahwa manusia adalah mahluk social.

      Sebagaimana firman Allah SWT.

      Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat: 13)

      Manusia memiliki tiga komponen antara lain:

      a. Jasad (fisik )

        Artinya: ”Dan tidaklah kami jadikan mereka tubuh-tubuh yang tiada memakan makanan, dan tidak (pula) mereka itu orang-orang yang kekal.” (QS. Al-Anbiyaa: 8 )

        b. Ruh.

          Artinya: ”Maka apabila Telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; Maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya.” (QS. Shaad: 72)

          c. Nafs (jiwa)

            Artinya: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28)

            2. Lingkungan

              • Lingkungan Internal:

              Lingkungan yang berada dalam diri manusia, meliputi:

              Genetik, struktur dan tubuh, psikologis dan internal spiritual.

              • Lingkungan Eksternal:

              Lingkungan sekitas yang berada diluar diri manusia yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kesehatan maupun perawatan, meliputi:

              Lingkungan fisik, biologis, social, cultural dan spiritual

              3. Sehat dan Kesehatan

              Sehat adalah suatu keadaan sejahtera , penuh rasa syukur atas nikmat Allah dalam aspek jasmani, rohani dan social.

              Dilandasi oleh Firman Allah SWT:

              Artinya: ”(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28)

              Serta Hadist Tarmudzy dan Ibnu Majah ”Barang siapa sehat badannya, damai dihatinya dan punyamakanan untuk sehari-harinya, maka seolah-olah dunia seisinya dianugrahkan kepadanya“

              Upaya kesehatan adalah sebagai berikut:

              • Promotif

              Firman Allah SWT:

              Artinya: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”  (QS. Al-Baqarah: 195)

              • Prefentif

              Firman Allah SWT:

              Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” ( QS. At-Tahrim : 6)

              • Kuratif

              Firman Allah SWT:

              Artinya: “Dan apabila Aku sakit, dialah yang menyembuhkan aku,” (QS. Asy-Syuara: 80)

              • Rehabilitatif.

              Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (QS. Ar-Ra’du: 11)

              4. Keperawatan.

              Adalah suatu manifestasi dari ibadah yang berbentuk pelayanan professional dan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasari pada keimanan, keilmuan dan amal.

              D. Prinsip-prinsip Islam dalam Kesehatan

              Dalam ilmu kesehatan islam pun mengajarkan beberapa prinsip tentang kesehatan. Prinsip-prinsip ini adalah sebagai berikut:

              1. Agama Islam bertujuan memelihara agama, jiwa, akal, kesehatan dan harta benda umat manusia
              2. Anggota badan dan jiwa manusia merupakan milik Allah
              3. Justice
              4. Mengutamakan peluang hidup yang lebih tinggi

              E. Peran Keperawatan Islam

              Sebagai seorang perawat islam perlu adanya peran terhadap ilmu keperawat tersebut. Peran yang dapat kita lakukan antara lain:

              Mengintegrasikan Nilai-nilai Keislaman dalam Ilmu Keperawatan

              Islam mengajarkan kita beberapa aspek nilai-nilai yang dapat menjadikan manusia itu terlihat baik disisi Allah SWT. Oleh karena itu nilai-nilai keislaman perlu di integrasikan terhadap ilmu keperawatan yang berkembang pada saat ini. Adanya pengintegrasian ini dimaksudkan akan terciptanya seorang perawat yang bercirikan agama Islam.

              Mengaplikasikan Nilai-nilai Keislaman dalam Ilmu Keperawatan

              Setelah adanya pengintegrasian maka perlu adanya realisasi dari pada nilai-nilai tersebut untuk diaplikasikan terhadap praktik keperawatan.

              Misalnya ketika seorang perawat mendapati pasien yang beragama islam, dan pasien tersebut memiliki penyakit yang apabila terkena air maka penyakit tersebut bertambah. Maka seorang perawat tersebut perlu untuk mengajarkan bertayamum kepada pasien/klien agar klien tidak bertambah sakitnya, namun tidak pula meninggalkan ibadahnya.

              BAB III

              PENUTUP

              A. Kesimpulan

              Keperawatan dalam islam tidak hanya menjalankan pekerjaannya sebagai profesi tetapi sebagai bentuk syiar islam, yang mengintegrasikan nilai-nilai keislaman serta mengaplikasikannya dalam praktik keperawatan.

              Oleh karena itu empat komponen dari paradigma keperawatan dalam Islam perlu untuk lebih dicermati sehingga terciptanya seorang perawat professional yang Islami.

              B. Penutup

              Demikianlah penulisan kami ini semoga penulisan kami kali ini bermanfaat bagi para pembaca maupun penulis. Dan kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan pada penulisan kami kali ini.

              DAFTAR PUSTAKA

              Departemen Agama RI. 2005. AL-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung: PT Syamil Media Cipta

              Shihab, M. Quraish. 1998. Wawasan Al-Quran – Tafsir Maudhu’I atas Barbagai Persoalan Umat, Bandung: Penerbit Mizan





              Makalah Keperawatan Lintas Budaya (Antropologi)

              15 11 2009

              PEMBAHASAN

              A. Isu Utama

                “Professional caring for people of diverse cultures, necessitates the use of transcultural concept, principles, theoretical ideas and research findings to reflect upon and guide actions and decisions.” Leininger, 1978.

                Ketika seorang perawat yang dihadapkan dengan klien yang berbeda budaya, maka perawat professional tetap memberikan asuhan keperawatan yang tinggi, demi terpenuhinya kebutuhan dasar klien tersebut. Perawat professional akan berfikir kritis dalam menangani hal tersebut. Seorang perawat professional Dr. Medeleine Leininger membuat konsep tentang “Transcultural Nursing” sebuah konsep yang berkembang dari ilmu antropologi.

                Tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan pada abad ke-21, termasuk tuntutan terhadap asuhan keperawatan yang berkualitas akan semakin besar. Dengan adanya globalisasi, dimana perpindahan penduduk antar Negara (imigrasi) dimungkinkan, menyebabkan adaya pergeseran terhadap tuntutan asuhan keperawatan.

                Leininger beranggapan bahwa sangatlah penting memperhatikan keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan mengakibatkan terjadinya cultural shock.

                Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini dapat menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan beberapa mengalami disorientasi. Salah satu contoh yang sering ditemukan adalah ketika klien sedang mengalami nyeri. Pada beberapa daerah atau Negara diperbolehkan seseorang untuk mengungkapkan rasa nyerinya dengan berteriak atau menangis. Tetapi karena perawat memiliki kebiasaan bila merasa nyeri hanya dengan meringis pelan, bila berteriak atau menangis akan dianggap tidak sopan, maka ketika ia mendapati klien tersebut menangis atau berteriak, maka perawat akan memintanya untuk bersuara pelan-pelan, atau memintanya berdoa atau malah memarahi pasien karena dianggap telah mengganggu pasien lainnya. Kebutaan budaya yang dialami oleh perawat ini akan berakibat pada penurunan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan.

                B. Argumentasi

                  Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002).

                  Asumsi mendasar dari teori adalah perilaku Caring. Caring adalah esensi dari keperawatan, membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan keperawatan. Tindakan Caring dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan dalam memberikan dukungan kepada individu secara utuh. Perilaku Caring semestinya diberikan kepada manusia sejak lahir, dalam perkembangan dan pertumbuhan, masa pertahanan sampai dikala manusia itu meninggal. Human caring secara umum dikatakan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan dukungan dan bimbingan pada manusia yang utuh. Human caring merupakan fenomena yang universal dimana ekspresi, struktur dan polanya bervariasi diantara kultur satu tempat dengan tempat lainnya.

                  Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil keputusan.

                  Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi tindakan dan keputusan.

                  Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk yang optimal dari pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinan variasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya yang menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan tindakan termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang dan individu yang mungkin kembali lagi (Leininger, 1985).

                  Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap bahwa budayanya adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain.

                  Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim.

                  Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan asal muasal manusia

                  Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi pada penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran yang tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan dasar observasi untuk mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan saling memberikan timbal balik diantara keduanya.

                  Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian untuk memenuhi kebutuhan baik aktual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi dan kualitas kehidupan manusia.

                  Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing, mendukung dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia.

                  Cultural imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain karena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok lain.

                  Goncangan budaya berkenaan dengan seseorang yang tidak mampu memberikan respon yang tepat pada budaya orang lain.

                  Relativitas kebudayaan yaitu suatu tempat yang mempunyai budaya yang unik harus dinilai dan dibantu atau dilestarikan.

                  Kebutaan budaya yaitu ketidakmampuan seseorang untuk menghargai gaya hidup orang lain.

                  Dalam berinteraksi menurut Leininger terdapat lima fenomena yang mendasarinya yaitu pertemuan budaya, perpaduan budaya, penyesuaian diri, bermasyarakat dan penerimaan.

                  Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai, kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing, mendukung atau memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk mempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai.

                  Gagasan utama yang berhubungan dengan  konsep Culture care yaitu seorang perawat mampu mempertimbangkan antara yang spesifik dengan yang umum.

                  Spesifik datang dari culture care namun lebih terbagi lagi menjadi lebih spesifik yang hanya dibutuhkan seorang klien.  Sedangkan umum kebutuhan secara umum yang dibutuhkan oleh orang-orang pada masyarakat tersebut. Jika perawat tanpa mengetahui kebudayaan seseorang ataupun mengerti kebudayaan kliennya maka akan terjadi konflik culture care. Seorang perawat juga harus mengerti bagaimana seseorang mendeskripsikan waktu, baik itu waktu yang telah lalu, sekarang atau masa depan yang akan mempengaruhi pola fikir maupun tindakannya.

                  Budaya mengacu pada terapi perawatan yang memenuhi syarat keperawatan transkultur yang menawarkan bantuan, dukungan dan fasilitatif penolakan dan praktek-praktek penyembuhan bagi individu yang mengalami culture pain, kesakitan, penghinaan, sakit hati, dan masalah terkait lainnya.

                  Dalam mengembangkan bidang keperawatan transkultur dua ide yang sangat penting dikembangkan untuk mengidentifikasi berbagai jenis perawatan, yaitu, generic perawatan dan perawatan profesional, yang sebagian besar didasarkan pada perawatan emik dan etik. Kedua istilah tersebut membantu perawat menyadari keperawatan dengan membedakan sumber-sumbernya, makna dan ekspresi yang digunakan merawat seseorang.

                  Generik (emic) Care / Cure Professional (Etic) Care / Cure
                  • berorientasi pada humanistik
                  • seseorang didasari dengan praktis dan keakraban keluarga
                  • pendekatan holistik dan terintegrasi dengan fokus pada sosial hubungan, bahasa, dan jalan hidup
                  • fokus terbesar pada caring
                  • sebagian besar rakyat nonteknologi menggunakan obat dan hubungan pribadi
                  • berfokus pada pencegahan penyakit, ketidakmampuan dan pemeliharaan jalan hidup
                  • menggunakan mode komunikasi konteks tinggi
                  • mempercayaiperawatan dan penyembuhan rakyat tradisional
                  • orientasi ilmiah
                  • Klien bertindak dengan tekhnik tidak kekeluargaan dan asing
                  • membedakan dan tidak menggabungkan pelayanan dengan focus fisik tubuh dan pikiran
                  • Fokus sebagian besar pada menyembuhkan, diagnosis, dan perawatan
                  • Sebagian besar teknologi dengan berbagai tes diagnostik dan perawatan ilmiah
                  • Fokus pada mengobati penyakit, cacat, dan patologi
                  • menggunakan moe komunikasi rendah
                  • Bergantung pada faktor biofisik dan emosional untuk mengkaji dan bertindak

                  Berikut beberapa prinsip penting keperawatan transkultur yang memberikan bimbingan kepada pelayan perawatan transkultur untuk berinteraksi.

                  1. Human caring dengan keperawatan transkultur berfokus untuk kepentingan kesehatan, penyembuhan, dan kesejahteraan individu, keluarga, kelompok, dan lembaga.
                  2. Setiap budaya memiliki kepercayaan tertentu, nilai, dan pola kepedulian dan penyembuhan yang perlu ditemukan, dipahami, dan digunakan dalam merawat orang-orang dari budaya yang berbeda-beda atau mirip.
                  3. Keperawatan transcultural pengetahuan dan kompetensi yang imperatif untuk memberikan makna, kongruen, aman, dan menguntungkan praktek perawatan kesehatan.
                  4. Ini adalah hak asasi manusia yang kebudayaan memiliki nilai-nilai peduli budaya mereka, kepercayaan, dan praktek-praktek dihormati dan merenung dimasukkan ke dalam perawatan dan layanan kesehatan.
                  5. Budaya dan kesehatan perawatan berdasarkan kepercayaan dan praktek-praktek kesehatan bervariasi di barat dan non-budaya barat dan dapat berubah dari waktu ke waktu.
                  6. Komparatif pengalaman perawatan budaya, makna, nilai, dan pola budaya perawatan sumber dasar pengetahuan keperawatan lintas untuk menuntun keputusan menyusui.
                  7. Generic (emik, folk) dan profesional (etik) pengetahuan dan praktik perawatan sering memiliki pengetahuan dan pengalaman yang berbeda dasar yang perlu dinilai dan dipahami sebelum menggunakan informasi dalam perawatan klien.
                  8. Pengetahuanyang  holistik dan komprehensif keperawatan transkultur membutuhkan pemahaman perspektif emik dan etik yang terkait dengan pandangan dunia, bahasa, ethnohistory, kekerabatan, agama (spiritualitas), teknologi, ekonomi dan faktor-faktor politik, dan nilai-nilai budaya tertentu, keyakinan, dan praktik atas ketegasan perawatan, penyakit, dan kesejahteraan.
                  9. Cara belajar yang berbeda, hidup, dan budaya transmisi perawatan dan kesehatan siklus hidupmu adalah fokus utama dari pendidikan, penelitian, dan praktik keperawatan transkultur.
                  10. Keperawatan transcultural membutuhkan pemahaman tentang diri sendiri, satu budaya, dan cara seseorang memasuki budaya yang berbeda dan membantu orang lain.
                  11. Keperawatan transcultural teori, riset, dan praktek yang tertarik pada kedua universal untuk kesamaan) dan perbedaan untuk menghasilkan pengetahuan baru dan bermanfaat untuk menyediakan humanistik dan praktek perawatan ilmiah.
                  12. Keperawatan transcultural tindakan atau keputusan yang didasarkan terutama pada perawatan dan kesehatan penelitian pengetahuan yang diperoleh dari studi yang mendalam tentang budaya dan penggunaan pengetahuan ini dalam merawat profesional.

                  C. Komentar

                  Pembahasan ini sangat penting sebagai dasar konsep keperawatan transkultural, dilihat menurut kajian filosofi, penjelasan, gagasan dan prinsip yang disajikan dengan berbagai pernyataan. Pada pembahasan kali ini juga dibahas bagaimana seorang perawat memahami dan mengerti kebudayaan individu atau kelompok. Hal ini yang mendasari seorang perawat menggunakan konsep keperawatan transkultural yang tepat untuk hari ini.

                  Misal seorang warga Indonesia yang berasal dari aceh bernama Ny. A, dia adalah seorang pasien di suatu rumah sakit bersalin. Karena beliau dari aceh, beliau memiliki budaya yang kental dengan syariat islamnya. Seperti harus berhijab dengan seseorang yang non muhrim. Namun pada suatu rumah sakit tersebut dokter kandungannya adalah pria, sedangkan perawatnya adalah seorang wanita. Dan dia akan segera melahirklan dirumah sakit tersebut. Bagaimana kita mencoba mengkaji hal tersebut berkaitan dengan teori diatas.

                  Masalah yang utama adalah Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors). Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan diatas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah; agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.

                  Oleh karena itu konsep Leininger tentang keperawatan transkultural perlu dikembangkan oleh kita sebagai perawat. Agar tidak terjadinya cultural shock.

                  Dalam pembahasan juga terdapat lima phenomena yang mendasari seseorang berinteraksi, salah satunya adalah penerimaan. Maksud dari penerimaan disini adalah seseorang yang memahami budaya orang tersebut tanpa mengambil atau memakai budaya orang tersebut. Sebagai seorang perawat muslim dalam melaksanakan praktek keperawatan tak ada toleransi untuk secara penuh menggunakan kebudayaan suatu kelompok yang bertentangan dengan syariat Islam. Hal ini berkaitan dengan kisah nabi Muhammad tatkala beliau memerintahkan orang kafir untuk beriman tetapi orang kafir tersebut memberikan persyaratan agar nabi setelah itu juga beriman kepada tuhan mereka.

                  “Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.” (QS. AL-Kafiruun: 2)

                  Seorang perawat juga tak berhak memaksakan mereka untuk meyakini hal yang kita perintahkan sebagai tenaga kesehatan, meskipun hal tersebut menurut kita adalah baik. Disinilah seorang perawat mengedepankan prinsip caring tentang autonomi.

                  Pada kajian keperawatan transkultural terdapat kebijakan dan pernyataan standar sebagai panduan praktik keperawatan transcultural untuk mempertahankan, melindungi, dan menjamin berbasis kualitas layanan konsumen. Webster mendefinisikan secara umum sebagai kebijakan yang mengacu kepada metode tindakan yang dipilih untuk memandu atau menentukan keputusan sekarang dan masa depan.

                  Kesimpulan

                  Konsep yang dikembangkan Leininger merupakan konsep yang dikembangkan dari ilmu antropologi yang diintegrasikan dengan ilmu keperawatan. Konsep tentang keperawatan transkultural berfokus pada kebudayaan/ generic (emic) yang memberikan pelayanan kepada seseorang dengan pendekatan latar belakang kebudayaan. sehingga perawat mampu melakukan tindakan keperawatan yang sesuai dengan perilaku social seseorang.

                  Dasar-dasar konsep tersebut perlu diketahui dan dipelajari oleh para perawat agar tidak adanya kebutaan budaya. Sehingga karena hal tersebut perawat tidak mampu memberikan pelayanan keperawatan yang berprinsip pada konsep caring.

                  Allah berfirman dalam Al-quran tentang perlu adanya pengenalan kebudayaan lain.

                  “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.” (QS. Al-Hujurat: 13)

                  Sehingga dengan memahami serta melaksanakan konsep-konsep yang telah dikemukakan Leininger, perawat mampu memberikan pelayanan keperawatan yang dapat memenuhi kebutuhan manusia dalam aspek pemenuhan kebutuhan bio psiko sosio maupun spiritual.

                  Demikianlah makalah yang dapat kami tulis. Penulis mengucapkan terimakasih kepada segenap para pembaca dan semoga penulisan ini bermanfaat.